🔇 Bagaimana Rasanya Menjadi Tuli (Tuna Rungu) di Penjara?


Penjara adalah tempat yang didominasi oleh komunikasi lisan: perintah, panggilan nama, aturan lisan yang disampaikan oleh sipir, dan dinamika sosial yang kompleks di antara para narapidana. Bagi seseorang yang Tuli (Tuna Rungu), memasuki sistem penjara menghadirkan tantangan dan isolasi yang luar biasa, sering kali mengubah hukuman menjadi pengalaman yang jauh lebih berat dan tidak adil.

Berikut adalah gambaran tentang bagaimana rasanya menjadi Tuli di lingkungan penjara, berdasarkan kesaksian dan laporan.


1. Isolasi dan Kesulitan Komunikasi 🗣️❌

Masalah terbesar adalah isolasi yang ekstrem. Komunikasi adalah kunci untuk bertahan hidup dan mempertahankan kewarasan di penjara, dan ini sering kali hampir mustahil bagi narapidana Tuli.

  • Akses ke Informasi: Perintah harian, jadwal makanan, pengumuman darurat, dan perubahan aturan sering kali disampaikan melalui interkom atau pengumuman lisan. Narapidana Tuli tertinggal sepenuhnya, menempatkan mereka pada risiko melanggar aturan yang tidak mereka ketahui.

  • Kurangnya Penerjemah: Mayoritas penjara tidak memiliki juru bahasa Bahasa Isyarat yang tersedia secara rutin atau bahkan darurat. Ini berarti narapidana Tuli tidak dapat berkomunikasi secara efektif dengan sipir, petugas medis, atau petugas konseling.

  • Perlindungan dan Bahaya: Ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara cepat dapat membahayakan keselamatan. Narapidana Tuli mungkin tidak mendengar peringatan bahaya, atau kesulitan meminta bantuan jika terjadi konflik atau keadaan darurat.

2. Hambatan terhadap Keadilan dan Layanan ⚖️

Narapidana Tuli sering kali tidak mendapatkan akses yang sama terhadap program dan layanan yang seharusnya menjadi hak mereka.

  • Proses Hukum yang Tidak Adil: Proses pengadilan dan interogasi awal mungkin tidak menyediakan juru bahasa isyarat yang kompeten, yang berarti narapidana mungkin tidak memahami dakwaan atau hak-hak mereka, yang mengarah pada ketidakadilan prosedural.

  • Layanan Kesehatan Mental dan Medis: Sesi konseling, pengobatan, dan diagnosis medis membutuhkan komunikasi yang jelas. Tanpa juru bahasa, narapidana Tuli tidak dapat menjelaskan gejala mereka sepenuhnya atau memahami instruksi pengobatan, membahayakan kesehatan mereka.

  • Program Rehabilitasi: Sebagian besar program pelatihan kejuruan, pendidikan, atau konseling penyalahgunaan zat disampaikan secara lisan. Narapidana Tuli sering kali dikecualikan dari program-program ini, yang dapat mengurangi peluang mereka untuk mendapatkan pembebasan bersyarat atau berhasil berintegrasi kembali ke masyarakat.

3. Dinamika Sosial yang Menantang 🤝

Bahkan dalam interaksi dengan narapidana lain, ada hambatan besar.

  • Kesulitan Membangun Hubungan: Membangun kepercayaan atau bahkan persahabatan di lingkungan yang penuh ketegangan membutuhkan komunikasi yang konstan. Narapidana Tuli sering kali harus bergantung pada isyarat tangan sederhana atau catatan tertulis, yang membatasi kedalaman interaksi.

  • Target Eksploitasi: Karena isolasi dan kesulitan mereka dalam memahami apa yang terjadi di sekitar, narapidana Tuli berisiko lebih tinggi menjadi target intimidasi atau eksploitasi oleh narapidana lain.

4. Perjuangan untuk Hak Asasi Manusia

Di banyak negara, pemenjaraan tanpa akses ke komunikasi dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan undang-undang disabilitas. Ketika narapidana Tuli menuntut hak-hak mereka, mereka sering menghadapi birokrasi, penundaan, atau penolakan langsung.

Pemenjaraan bagi orang Tuli adalah bentuk hukuman berlapis: mereka dihukum dengan kehilangan kebebasan, dan kemudian "dihukum" lagi dengan isolasi total dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan penjara atau mempersiapkan masa depan mereka.


Pada intinya, pengalaman menjadi Tuli di penjara adalah pengalaman terputus total dari lingkungan sekitar, mengubah hukuman yang sudah berat menjadi perjuangan sehari-hari melawan kebingungan, isolasi, dan ketidakamanan.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama