Pernahkah Anda memperhatikan bahwa semakin anak beranjak remaja, binar keingintahuan di mata mereka seolah perlahan meredup? Sebuah studi menarik yang melibatkan lebih dari 7.000 siswa di Suzhou, China, mengonfirmasi kekhawatiran ini, di mana ditemukan bahwa tingkat kreativitas dan rasa ingin tahu remaja usia 15 tahun ternyata jauh lebih rendah dibandingkan adik-adik mereka yang berusia 10 tahun. Fenomena penurunan ini disinyalir terjadi karena besarnya tekanan akademis dan fokus berlebihan pada ujian sekolah yang mematikan ruang imajinasi, namun kabar baiknya, penelitian ini juga menemukan "obat penawar" yang sederhana namun ampuh, yaitu pemilihan aktivitas di luar jam sekolah yang tepat.
Ternyata, kunci untuk menjaga nyala api kreativitas anak bukanlah dengan membelikan mereka gawai tercanggih atau membiarkan mereka larut dalam dunia maya, melainkan dengan mendorong mereka kembali ke aktivitas-aktivitas "konvensional" yang melibatkan fisik dan interaksi sosial nyata. Data menunjukkan bahwa siswa yang rutin berolahraga, menekuni seni, membaca buku, atau sekadar menghabiskan waktu bercengkrama dengan teman-teman di luar rumah secara konsisten memiliki tingkat kreativitas yang lebih tinggi. Olahraga tim melatih mereka mengambil keputusan cepat dalam situasi mendesak, seni melatih keterbukaan pikiran terhadap hal baru, dan interaksi sosial tatap muka memberikan keberanian untuk menguji ide-ide liar mereka, sebuah kemewahan psikologis yang jarang didapatkan dari interaksi pasif.
Sebaliknya, temuan yang cukup mengejutkan—dan mungkin menjadi peringatan keras bagi banyak orang tua modern—adalah dampak negatif dari aktivitas berbasis internet yang berlebihan. Studi ini menemukan bahwa penggunaan internet untuk bermain gim daring, chatting, atau sekadar berselancar tanpa tujuan justru berkorelasi dengan tumpulnya rasa ingin tahu dan kreativitas, kemungkinan karena internet seringkali hanya menyajikan informasi instan yang membuat anak menjadi konsumen pasif, bukan pencipta aktif yang terlatih berpikir "di luar kotak". Oleh karena itu, pesan bagi para pendidik dan orang tua sangat jelas: jika ingin anak-anak kita tumbuh menjadi inovator masa depan yang tangguh, kita perlu sedikit melonggarkan tekanan akademis dan mendorong mereka untuk lebih banyak "hidup" di dunia nyata, entah itu dengan berkeringat di lapangan, berkarya di kanvas, atau tertawa bersama sahabat di taman, daripada terkurung di kamar menatap layar biru.
Posting Komentar