Melawan Brain Rot dan Mitos STEM Sulit: Strategi Baru Pendidikan Dasar dan Menengah

https://www.pexels.com/id-id/foto/abstrak-kepala-wajah-muka-17484975/

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) tengah menggagas reformasi besar untuk mengatasi masalah mendasar pendidikan Indonesia, termasuk skor PISA yang rendah, kurangnya minat terhadap STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics), dan kekhawatiran brain rot akibat penggunaan teknologi yang tidak tepat. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Dr Abdul Mukti menyatakan bahwa solusi untuk memperbaiki bangsa harus dimulai dari memperbaiki proses pembelajaran di ruang kelas.

Merombak Mindset: STEM Harus Mudah, Murah, dan Menyenangkan

Rendahnya minat anak Indonesia terhadap STEM, khususnya matematika, disebabkan oleh mental block yang memandang ilmu ini sebagai sesuatu yang sulit. Untuk merombak mindset ini, Kemendikdasmen memperkenalkan konsep pembelajaran STEM yang berprinsip mudah, murah, dan menyenangkan (3M).

  • Fokus pada How Well, Bukan How Much: Orientasi pembelajaran diubah dari seberapa banyak materi yang dipelajari (how much) menjadi seberapa mendalam sesuatu dipelajari (how well). Kurikulum tidak boleh membebani siswa dengan konten yang miskin konteks.

  • Menumbuhkan Rasa Ingin Tahu: Pembelajaran dimulai dengan memicu rasa ingin tahu (curiosity) anak terhadap teknologi sehari-hari (misalnya, cara kerja kamera) sebelum masuk ke teori ilmiahnya. Logika matematika bahkan diajarkan sejak Taman Kanak-Kanak (TK) melalui kegiatan bermain dan pengenalan konsep dasar, bukan sebagai ilmu yang rumit.

  • Mengaktifkan Logika dan Kreativitas: Mata pelajaran pilihan AI dan Coding mulai diajarkan sejak kelas 5 SD. Tujuannya bukan semata-mata teknologi, tetapi untuk menguatkan logika, kreativitas, dan berpikir kritis. AI dipandang sebagai alat informatif yang mengandung deklaratif knowledge (fakta), yang harus ditingkatkan siswa menjadi prosedural knowledge (memaknai dan menghubungkan fakta) melalui pendampingan guru.

Melawan Brain Rot dan Kekerasan di Sekolah

Kekhawatiran brain rot (kemunduran kognitif) muncul karena anak cenderung mencari jalan pintas (shortcut) jawaban dari AI. Untuk mengatasi hal ini, peran guru sebagai pendamping menjadi sangat penting. Guru dituntut untuk mengajarkan berpikir analitis dan kreatif agar anak tidak mudah menerima informasi mentah-mentah.

Isu kekerasan di sekolah juga ditangani dengan kebijakan baru:

  1. Pendekatan Kultural: Semua guru bertugas sebagai Guru Wali yang aktif berkomunikasi dengan orang tua dan mendampingi murid dalam segala kesulitan. Tugas Guru Wali ini dihitung sebagai pemenuhan jam mengajar.

  2. Peer Teaching: Membentuk Duta Anti Kekerasan dari kalangan siswa (OSIS atau murid sebaya) untuk mengurangi kekerasan antarmurid, karena siswa lebih nyaman berbagi masalah dengan teman sebaya.

  3. Memperkuat Aktualisasi Diri: Kegiatan leadership (Pramuka wajib) dan pengembangan potensi diperbanyak untuk memberikan ruang aktualisasi yang luas, sehingga anak secara psikologis lebih sehat dan terhindar dari perilaku menyimpang.

  4. MoU dengan Polri: Kemendikdasmen telah memiliki kesepakatan dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) agar kasus di sekolah diselesaikan melalui restorative justice sepanjang tidak menyangkut tindakan kriminal, untuk melindungi guru dalam upaya mendisiplinkan siswa.

Kesejahteraan Guru: Peningkatan Tunjangan dan Kinerja

Meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan tidak bisa dilepaskan dari peran guru sebagai agent of civilization.

  • Peningkatan Tunjangan: Guru ASN (PNS dan PPPK) dan non-ASN menerima peningkatan tunjangan profesi, dengan tunjangan sertifikasi guru non-ASN naik dari Rp1,5 juta menjadi Rp2 juta per bulan.

  • Dana Insentif untuk Honorer: Guru honorer kini mendapatkan insentif Rp300.000 per bulan yang ditransfer langsung dari pemerintah pusat.

  • Hari Belajar Guru: Kebijakan Hari Belajar Guru disiapkan, di mana guru satu hari tidak mengajar namun digunakan untuk pelatihan dan peningkatan kualitas, yang dihitung sebagai pemenuhan jam mengajar.

Melalui deep learning yang fokus pada how well dan bukan how much, Kemendikdasmen bertekad membangun generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berkarakter kuat, menguasai teknologi, dan berbakti untuk negara.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama