Konsep Law of Attraction (LOA) atau "Hukum Tarik Menarik"—keyakinan bahwa apa yang kita pikirkan dan rasakan akan menarik realitas yang sesuai ke dalam hidup—kembali populer di media sosial. Meskipun menawarkan janji kekayaan hanya dengan membayangkan, LOA sesungguhnya bukanlah sains melainkan termasuk pseudo-sains (sains semu) karena tidak memiliki pembuktian ilmiah yang sahih.
LOA sebagai Pseudo-Sains dan Jebakan Kepuasan Semu
LOA telah muncul dalam sejarah dari konsep karma hingga gerakan New Thought di tahun 1900-an, dan kembali heboh dengan buku The Secret di tahun 2000-an. Ketertarikannya yang tinggi karena ia menawarkan cara termudah untuk mencapai tujuan: cukup membayangkan diri sudah meraihnya.
Pakar neurosains memperingatkan bahwa LOA berpotensi menjebak seseorang dalam Pseudo Satisfaction Trap (Jebakan Kepuasan Semu).
Dopamin dan Motivasi Awal: Ketika seseorang membayangkan dirinya kaya raya (misalnya, membayangkan uang Rp10 juta di tangan), otak akan melepaskan hormon dopamin dari area ventrotegmental. Hal ini memang efektif untuk meningkatkan motivasi awal untuk bergerak.
Bukan Bukti Kesuksesan: LOA menjadi menyesatkan ketika dipercaya sebagai satu-satunya cara kerja dunia. Kekayaan tidak muncul hanya karena dipikirkan; dibutuhkan perencanaan (planning) yang jelas, seperti meningkatkan skill atau mencari pekerjaan tambahan.
Victim Blaming: Memaksakan LOA dapat memunculkan gangguan jiwa, salah satunya victim blaming (menyalahkan korban). Ketika keinginan tidak tercapai, orang yang meyakini LOA cenderung menyalahkan diri sendiri karena kurang kuat membayangkan, bukan karena kurang aksi nyata.
Bias Kognisi yang Keliru
Klaim keberhasilan LOA didasarkan pada bias kognisi, bukan bukti sahih:
Post Hoc Ergo Propter Hoc: Anggapan bahwa kejadian B terjadi setelah A, maka A adalah penyebab B. Contoh: "Saya membayangkan mobil impian (A), lalu saya mendapatkannya (B), maka LOA berhasil."
Red Car Theory (Ilusi Frekuensi): Setelah memikirkan sesuatu (misalnya mobil merah), seseorang akan merasa sering melihat mobil merah di jalan. Ini bukan bukti LOA, melainkan perhatian selektif di otak, di mana otak hanya memproses informasi yang menjadi fokus perhatiannya, mengabaikan jutaan informasi lain yang masuk [
].18:20
Akselerasi Impian: Strategi dan Cognitive Load
Langkah selanjutnya setelah memegang motivasi awal (LOA) adalah manajemen strategis yang sederhana.
Strategi Sederhana Mengalahkan Kompleksitas: Untuk meraih impian (misalnya dari gaji Rp4 juta ke Rp10 juta), fokus utama harus beralih dari membayangkan ke membuat perencanaan dan aksi nyata (mencari pekerjaan tambahan, meningkatkan skill).
Flight Adalah Sifat Alami: Manusia cenderung menghindar (flight) dari tantangan karena perencanaan terasa sebagai beban kognitif (cognitive load). Karena itu, ide LOA menjadi populer karena menawarkan jalur yang mudah.
Mempertahankan Motivasi: Saat menghadapi jalan terjal dan rasa takut, ingat kembali betapa nikmatnya impian yang ingin dicapai. Motivasi ini harus digunakan untuk mendorong aksi perlahan-lahan [
].19:01
Waspada Istilah Neuroscience
Peringatan penting juga diberikan terhadap penggunaan istilah neurosains atau otak secara brutal. Dewasa ini, istilah neurosains sering digunakan untuk mendukung klaim yang tidak ilmiah demi menaikkan traffic atau menarik perhatian. Penelitian ilmiah yang valid membutuhkan metode yang teruji, pemisahan antara struktur (anatomi) dan fungsi (fisiologi), dan objektivitas data (misalnya dengan teknologi neuroimaging) untuk meminimalisir bias subjektif.
Kesimpulan: LOA adalah alat yang baik untuk mempertahankan motivasi, tetapi bukan dasar kepercayaan untuk meraih impian. Kesuksesan sejati tetap memerlukan kerja keras, strategi, dan kemauan untuk melawan dorongan alami untuk menghindar dari kesulitan.
Posting Komentar