Banyak orang meyakini bahwa meluapkan amarah (venting) secara verbal, seperti bercerita dengan keras kepada teman atau berteriak ke bantal, adalah cara yang sehat untuk melepaskan emosi. Namun, riset psikologi bertahun-tahun membuktikan sebaliknya: venting justru tidak melepaskan amarah, melainkan membuatnya semakin buruk.
Mitos Uap Panas Freud dan Siklus Amarah yang Memperkuat Diri
Psikolog Sigmund Freud pernah menganalogikan amarah sebagai uap di dalam pipa panas (hydraulic model); jika uap tidak dikeluarkan, pipa akan meledak. Pandangan ini menyebabkan banyak orang percaya bahwa meluapkan amarah dapat mencegah agresi.
Namun, penelitian menunjukkan venting gagal karena ini adalah siklus yang memperkuat diri sendiri (self-reinforcing cycle):
Kesalahan Atribusi Kausal: Amarah muncul ketika kita membuat atribusi kausal (penjelasan) yang menyalahkan seseorang secara internal dan terkendali. Contoh: "Suamiku mendorong stroller satu tangan karena dia egois/tidak peduli keselamatan," yang membuat amarah memuncak.
Mengulang Alasan: Saat venting, kita tidak mengubah atribusi ini, melainkan mengulang-ulang penjelasan yang salah tersebut. Semakin sering diulang, semakin kuat keyakinan bahwa orang tersebut bersalah, dan amarah pun semakin besar.
Aktivitas Gagal: Aktivitas yang meningkatkan gairah fisiologis (physiologically arousing activities) seperti lari, berteriak, atau olahraga berat juga tidak mengurangi amarah karena justru meningkatkan detak jantung dan tekanan darah.
Mengapa Kita Terus Venting?
Jika venting tidak mengurangi amarah, mengapa orang terus melakukannya? Riset menemukan bahwa venting adalah proses sosial dan relasional. Orang melampiaskan amarah bukan untuk mengurangi kemarahan, melainkan untuk merasa didengar, tidak sendiri, dan didukung, yang secara keseluruhan meningkatkan suasana hati (emotional tone).
Penting untuk diingat bahwa amarah itu sendiri bukan emosi yang buruk. Amarah adalah motivator yang berguna, ia memiliki tendensi untuk bertindak (action tendency) yang dapat mendorong kita keluar dari situasi yang tidak adil atau hubungan yang merugikan.. Kuncinya adalah mengatur amarah tersebut agar kita yang menggunakannya, bukan amarah yang mengendalikan kita.
Empat Langkah Mengelola Amarah Secara Ilmiah
Daripada melampiaskan amarah, ada empat langkah yang dapat dilakukan untuk mengelolanya secara efektif:
Lakukan Low Arousal Activities: Libatkan diri dalam aktivitas yang mengurangi gairah fisiologis, seperti meditasi, yoga, atau napas dalam.
Kumpulkan Informasi Baru: Tanyakan pada diri sendiri: "Apa yang tidak aku ketahui tentang situasi ini?" Pencerah dalam kasus stroller di atas, amarah hilang seketika setelah mengetahui sang ayah mendorong dengan satu tangan karena kakinya selalu terantuk kerangka stroller saat menggunakan dua tangan.
Periksa Atribusi Kausal: Sadari amarah yang muncul, lalu periksa penjelasan yang Anda buat di kepala. Sadari bahwa Anda mungkin hanya mengulang bias dan perlu lebih sadar akan atribusi yang dibuat.
Rencanakan Aksi Sadar: Amarah yang sudah diatur dapat digunakan untuk merencanakan tindakan. Gunakan amarah sebagai motivasi untuk melakukan perubahan, bukan untuk merusak.
Posting Komentar