Psikolog terkemuka Harvard University dan Direktur Proyek Making Caring Common, Richard Weissbourd, menyoroti tantangan besar dalam pola asuh modern dan menegaskan bahwa fokus utama orang tua harus beralih dari kebahagiaan atau prestasi akademik ke pengembangan karakter moral. Weissbourd mengidentifikasi bahwa saat ini, orang tua semakin terisolasi, mengalami kecemasan dan depresi pada tingkat yang hampir sama dengan remaja, dan masih "alergi" terhadap umpan balik yang jujur tentang pola asuh mereka.
Prioritas yang Salah: Moralitas Dikesampingkan
Weissbourd berpendapat bahwa masyarakat modern secara moral telah "keluar jalur," dengan maraknya keegoisan, kebohongan, dan polarisasi. Ia mengkritik keras budaya individualisme ekstrem yang diagungkan di seluruh dunia—di mana mengejar uang, ketenaran, dan perhatian pribadi dianggap sebagai pencapaian tertinggi. Padahal, individualisme semacam ini justru merusak. Individu dan komunitas hanya dapat berkembang jika ada rasa tanggung jawab kolektif dan kepedulian bersama.
Ia mengusulkan ide radikal: kebahagiaan tidak seharusnya menjadi tujuan utama dalam membesarkan anak. Kebahagiaan adalah hasil, bukan sasaran. Daripada menanyakan, "Apakah kamu bahagia?" orang tua disarankan untuk mengubah refleksnya dengan berkata, "Satu-satunya yang penting bagi Ayah/Ibu adalah kamu bersikap baik dan peduli." Jika anak diajarkan untuk peduli, memiliki hubungan yang baik, bekerja keras, dan berkontribusi pada komunitas, kebahagiaan akan datang sebagai produk sampingan yang alami.
Bahaya Memproteksi Anak dari Kesulitan
Lebih lanjut, Weissbourd menyoroti bahaya memproteksi anak dari segala kesulitan. Kecenderungan orang tua untuk segera menyelesaikan konflik sepele atau memastikan anak selalu berada di tim pemenang, justru merampas strategi koping yang sangat penting bagi kesejahteraan jangka panjang mereka. Sikap terlalu protektif, meskipun dilakukan atas nama "melindungi kebahagiaan," justru dapat merugikan perkembangan mental anak.
Ia juga membahas tekanan pencapaian yang berlebihan. Meskipun pendidikan di perguruan tinggi yang baik adalah hal yang hebat, tekanan ekstrem agar anak masuk ke perguruan tinggi paling elit dapat menghancurkan jiwa, terutama jika didorong oleh motif ekstrinsik seperti status sosial orang tua. Hal ini dapat mengubah rekan sebaya menjadi ancaman, merusak persahabatan, dan mengikis hubungan anak dengan orang tua. Survei yang dilakukan Weissbourd di sekolah-sekolah berprestasi menunjukkan bahwa banyak orang tua secara implisit memprioritaskan prestasi di atas karakter baik, dan anak-anak menyadari hal tersebut.
Mengganti Rasa Malu dengan Rasa Dikenal
Banyak orang tua merasakan rasa malu (shame) ketika anak mereka bertingkah buruk di depan umum. Weissbourd menjelaskan bahwa shame berpusat pada perasaan adanya cacat pada diri, membuat orang tua merasa seperti mereka adalah "orang tua yang gagal." Hal ini berbeda dengan rasa bersalah (guilt), yang berpusat pada perbuatan dan membuka jalan untuk perbaikan. Untuk mengatasi shame, orang tua perlu menormalkan pengalaman anak-anak dan menyadari bahwa perilaku anak tidak secara langsung mencerminkan kegagalan orang tua.
Ia juga menekankan bahwa perkembangan diri yang sejati tidak tumbuh dari pujian yang berlebihan, melainkan dari "rasa dikenal" (being known). Anak akan merasa kuat dan berkembang ketika interaksi orang tua didasarkan pada mendengarkan, memahami, dan menghargai mereka sebagai pribadi yang unik. Pujian yang tidak tulus atau berlebihan justru bisa terasa hampa dan diremehkan oleh anak.
Untuk mempraktikkan ide ini, orang tua dianjurkan untuk mengadakan percakapan moral dengan anak-anak. Tanyakan secara langsung: "Menurut kamu, apa yang paling penting bagi Ayah/Ibu: kamu menjadi orang baik atau kamu mendapatkan nilai bagus?" Jawaban anak-anak dapat mengejutkan dan mengungkapkan pesan yang selama ini mereka tangkap, yang seringkali menempatkan prestasi di atas karakter baik. Weissbourd juga menyerukan agar institusi pendidikan, mulai dari sekolah hingga perguruan tinggi, secara sengaja mengembalikan pengembangan karakter moral, kebaikan, dan keadilan sebagai misi sentral pendidikan.
Posting Komentar