Mengapa Ketidakpastian Begitu Mengganggu Kita? Menjembatani Kesenjangan antara 'Apa' dan 'Mengapa'


 

Adam Kucharski, seorang ahli matematika, membahas paradoks yang menarik dalam masyarakat modern: kita sangat mempercayai teknologi yang kompleks tanpa sepenuhnya memahami cara kerjanya (seperti aerodinamika pesawat atau anestesi umum), namun kita juga merasa sangat terganggu ketika menghadapi ketidakpastian dan kurangnya penjelasan dalam bidang lain. Kesenjangan antara "mengetahui apa yang terjadi" dan "mengetahui mengapa itu terjadi" adalah pendorong utama bagi lahirnya ketidakpercayaan dan, dalam kasus ekstrem, teori konspirasi.

Teknologi dan Hilangnya Kontrol Intelektual

Kekhawatiran terhadap teknologi seperti Kecerdasan Buatan (AI) otonom muncul karena kita tidak dapat menjelaskan mengapa mesin membuat keputusan tertentu. Meskipun AI dapat melihat dunia sebagai serangkaian bentuk dan probabilitas untuk melakukan tindakan yang berguna, ia tidak melalui proses berpikir yang sama dengan manusia.

Keresahan ini bukanlah hal baru. Pada tahun 1976, dua matematikawan mengumumkan pembuktian teorema empat warna yang dibantu komputer, memaksa para matematikawan untuk menerima kebenaran yang tidak dapat diverifikasi dengan tangan. Generasi tua meragukan keakuratan mesin, namun matematikawan muda lebih mempercayai komputer daripada ratusan halaman perhitungan manual yang diperiksa tangan. Hal ini menunjukkan bahwa terkadang, kita harus menerima bahwa akurasi yang tinggi lebih penting daripada penjelasan yang lengkap.

Prediksi vs. Penjelasan dalam Keadilan

Dalam beberapa bidang, prediksi memang lebih mudah dan berguna daripada penjelasan. Namun, Kucharski memperingatkan bahwa fokus eksklusif pada prediksi dapat berbahaya. Misalnya, penggunaan algoritma untuk memprediksi apakah seseorang akan melakukan kejahatan di masa depan untuk keputusan jaminan atau pembebasan bersyarat. Idealnya, sistem peradilan harus berupaya memahami mengapa orang melakukan kejahatan lagi (penjelasan), bukan sekadar memprediksi mereka akan melakukannya (prediksi), agar dapat mencegahnya.

Kebutuhan Manusia akan Penjelasan dan Teori Konspirasi

Kesenjangan penjelasan inilah yang memberi ruang bagi teori konspirasi. Ketika sains terasa rumit atau tidak pasti, manusia cenderung mencari penjelasan yang sederhana dan yakin. Carl Popper, yang mempopulerkan istilah teori konspirasi, menjelaskan bahwa penganut teori ini menciptakan narasi bahwa semua sejarah dikendalikan oleh kekuatan tersembunyi, di mana tidak ada yang kebetulan.

Meskipun teori konspirasi seperti chemtrails (klaim palsu bahwa jejak pesawat adalah bahan kimia) dapat dijelaskan dengan sains yang sangat lugas (mesin jet menghasilkan uap air yang membeku di udara dingin), klaim tersebut tetap bertahan karena:

  1. Kurangnya Kepercayaan: Masyarakat harus percaya pada konsensus ilmiah karena mereka tidak dapat memverifikasinya sendiri.

  2. Kebutuhan Komunitas: Melawan konsensus ilmiah dapat membuat seseorang merasa menjadi pemikir independen dan bagian dari gerakan perlawanan.

Menjembatani Kesenjangan Kepercayaan

Kucharski mengakui bahwa ia sendiri, meskipun bergelar PhD di bidang matematika, tidak sepenuhnya memahami setiap detail simulasi iklim atau algoritma AI. Untuk menghadapi dunia yang semakin kompleks, ia menyarankan strategi untuk menutup kesenjangan antara "apa yang terjadi" dan "mengapa":

  • Menemukan Sumber yang Terpercaya: Mengandalkan para ahli dengan rekam jejak yang baik.

  • Memeriksa Inkonsistensi: Mencari pertentangan dalam klaim yang dipublikasikan.

  • Menghargai Keinginan untuk Menjelaskan: Para ilmuwan tidak boleh menganggap remeh atau mengatakan bahwa suatu proses "terlalu rumit untuk dijelaskan," karena hal itu gagal memenuhi kebutuhan manusia yang mendalam akan pemahaman.

Di masa depan, kita harus menemukan cara yang lebih baik untuk mempercayai hal-hal yang tidak dapat kita jelaskan, dan cara yang lebih baik untuk menjelaskan hal-hal yang tidak kita percayai.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama