Charles Duhigg, seorang pakar komunikasi, mengungkapkan bahwa kesalahpahaman dalam diskusi sehari-hari seringkali bukan disebabkan oleh perbedaan pendapat, melainkan karena kita gagal memahami jenis percakapan yang diinginkan oleh lawan bicara. Solusi untuk meningkatkan kualitas komunikasi secara dramatis terletak pada kemampuan kita untuk mengajukan pertanyaan yang mendalam dan berani menunjukkan kerentanan diri.
Penelitian dalam neurologi dan psikologi menunjukkan bahwa setiap diskusi terdiri dari tiga lapisan utama: percakapan Praktis (tentang apa yang harus dilakukan atau solusi masalah), percakapan Emosional (tentang bagaimana perasaan kita dan mencari empati), serta percakapan Sosial (tentang identitas dan bagaimana kita berhubungan satu sama lain). Prinsip utama komunikasi yang berhasil adalah prinsip pencocokan (matching principle), di mana kita harus mampu mengidentifikasi dan merespons dengan jenis percakapan yang sama. Kegagalan mencocokkan inilah yang menyebabkan pertengkaran, seperti pengalaman Duhigg di mana ia mencari empati emosional, namun istrinya merespons dengan nasihat praktis.
Untuk mengatasi masalah ini, orang biasa dapat menggunakan teknik yang disebut pertanyaan mendalam (deep question). Pertanyaan ini mengajak lawan bicara untuk berbagi nilai, keyakinan, atau pengalaman, bukan sekadar fakta. Contohnya, alih-alih bertanya, "Di mana tempat kerja Anda?", tanyakanlah, "Apa yang paling Anda sukai dari pekerjaan Anda?". Ketika seseorang ditanya tentang perasaannya terhadap hidupnya, mereka cenderung mengungkapkan siapa mereka sebenarnya, apa yang mereka hargai, dan bagaimana mereka ingin dilihat.
Kekuatan pertanyaan mendalam ini terbukti dalam kasus seorang ahli bedah kanker, Dr. Bear Adai. Awalnya, ia selalu gagal meyakinkan pasien kanker prostat yang sudah tua untuk memilih pengawasan aktif (risiko rendah) alih-alih operasi yang berisiko (risiko tinggi), meskipun ia seorang ahli. Setelah mengubah pendekatannya, ia mulai bertanya, "Apa arti diagnosis kanker ini bagi Anda?". Pertanyaan emosional ini membantu Dr. Adai menyadari bahwa pasien awalnya hanya mencari validasi emosional (ingin "dipeluk") sebelum siap menerima solusi medis (percakapan praktis). Ketika kebutuhan emosional mereka terpenuhi, barulah mereka dapat menerima nasihat medis.
Pada intinya, kerentanan timbal balik adalah kunci koneksi. Ketika seseorang berani menunjukkan kerentanan, dan Anda membalasnya, terciptalah hubungan yang mendalam. Sebuah eksperimen sosial yang meminta orang asing untuk saling bertanya, "Kapan terakhir kali Anda menangis di depan seseorang?", menunjukkan bahwa meskipun partisipan awalnya merasa cemas, mereka melaporkan adanya koneksi yang kuat dan signifikan setelah berbagi pengalaman. Oleh karena itu, di tengah polarisasi dan perpecahan, kita semua diajak untuk mengasah keterampilan ini dan berani mengajukan pertanyaan yang lebih mendalam dalam kehidupan sehari-hari demi membangun koneksi yang lebih baik.
Posting Komentar