Komedian dan penulis, Jena Friedman, menyampaikan pandangan yang sinis namun jujur mengenai ancaman kecerdasan buatan (AI) terhadap industri kreatif. Dalam sebuah presentasi komedi, Friedman berpendapat bahwa terlepas dari kemenangan serikat penulis Hollywood dalam membatasi penggunaan AI, masa depan para penulis tetap suram. Namun, ia menemukan celah unik yang membedakan kreativitas manusia dari mesin: humor gelap, autentisitas mentah, dan topik-topik yang secara sengaja tidak menyenangkan.
Friedman menyinggung ketakutan kolektif, khususnya dari rekan-rekan prianya, terhadap robot dan AI yang mengambil alih pekerjaan. Ia membandingkan ketakutan ini dengan kekhawatiran yang dihadapi perempuan setiap hari, seperti isu keamanan. Ia mengkritik keras narasi horor fiksi ilmiah seperti film Ex Machina, yang ia gambarkan sebagai "mimpi buruk terburuk pria: robot seks Anda menjadi sadar dan memutuskan tidak ingin berhubungan seks dengan Anda." Ia menyimpulkan bahwa AI versi Hollywood hanya dibuat untuk memuaskan ketakutan pria.
Ia memprediksi bahwa komedian robot di masa depan akan sangat lucu dan populer karena mereka melakukan data mining terhadap penonton, mengetahui persis apa yang ingin didengar orang. Sebaliknya, komedi Friedman seringkali tidak disukai atau tidak menguntungkan. Hal ini terbukti ketika ia mencoba meminta ChatGPT untuk menulis lelucon tentang topik kontroversial, dan AI menolak dengan alasan ingin menjaga kesopanan dan menghindari subjek sensitif. Friedman menyimpulkan bahwa AI hanya akan mengejar konten yang "disukai, relatable, atau menguntungkan."
Ironisnya, lelucon yang dihindari oleh AI—yang ia sebut secara metaforis sebagai "lelucon aborsi"—justru merupakan inti dari kemanusiaan. Friedman menjelaskan bahwa yang membedakan manusia dari mesin adalah keunikan, keanehan (idiosyncrasies), dan diri kita yang mentah, autentik, serta tidak tersaring. Kualitas-kualitas inilah yang mungkin tidak disukai, tidak menguntungkan, atau tidak dapat dihubungkan secara universal, tetapi itulah yang harus kita pelihara seiring berkembangnya AI. Sampai robot dapat berevolusi untuk memahami mengapa seseorang mau mengambil risiko membuat audiens tidak nyaman, humor gelap dan kejujuran yang tidak difilter akan menjadi satu-satunya hal yang tersisa untuk membuktikan kemanusiaan kita.
Posting Komentar