Jutaan Jurnal Terbit Tiap Tahun, Tapi Pendidikan Jalan di Tempat: Saatnya Riset "Terlahir Kembali" di Era AI

 

Pernahkah Anda bertanya-tanya: Jika setiap tahun ada jutaan artikel penelitian pendidikan yang diterbitkan di seluruh dunia, mengapa masalah di sekolah kita rasanya itu-itu saja? Mengapa kebijakan pendidikan sering kali terasa tidak nyambung dengan realitas di kelas?

Sebuah makalah provokatif terbaru (2025) membongkar kenyataan pahit ini. Penulis menyoroti bahwa riset pendidikan tradisional sedang terjebak dalam krisis relevansi. Namun, kehadiran kecerdasan buatan (AI) bukan hanya menambah kekacauan—AI justru memaksa kita untuk merombak total cara kita memahami pendidikan.

Mari kita bedah mengapa riset pendidikan dianggap "gagal" dan bagaimana AI bisa menjadi bidan bagi kelahiran kembali dunia penelitian.

Dosa-Dosa Riset Pendidikan Tradisional

Selama puluhan tahun, dunia akademik terkunci dalam metode yang dianggap "ilmiah", namun seringkali melupakan sisi humanis siswa. Berikut adalah beberapa "penyakit" kronis yang diidentifikasi:

1. Tirani Angka dan Jebakan Rata-Rata Kita terobsesi dengan data statistik. Jika sebuah metode pengajaran berhasil menaikkan nilai rata-rata kelas, metode itu dianggap sukses. Padahal, "rata-rata" adalah ilusi. Metode yang berhasil untuk mayoritas bisa jadi merusak bagi siswa minoritas yang unik. Riset kita sering melupakan wajah-wajah individu di balik angka statistik.

2. Perang Saudara Metodologi Peneliti kualitatif dan kuantitatif sibuk berdebat mana yang lebih valid (dikenal sebagai Paradigm Wars). Perdebatan ini menghabiskan energi, sementara guru di lapangan butuh solusi praktis, bukan debat filosofis.

3. Mengabaikan "Efek Samping" Riset seringkali hanya melihat satu hasil: Nilai Ujian. Jika nilai naik, intervensi dianggap berhasil. Tapi, bagaimana jika metode tersebut membuat siswa stres, cemas, atau membunuh kreativitas mereka? Sama seperti obat yang menyembuhkan sakit kepala tapi merusak ginjal, banyak kebijakan pendidikan yang "berhasil" secara data tapi merusak kesejahteraan siswa.

4. Ilusi Kestabilan (Generalisasi) Kita sering meniru sistem pendidikan negara lain (misal: Finlandia atau Singapura) dan berharap hasilnya sama. Kita lupa bahwa konteks budaya, ekonomi, dan sosial tidak bisa di-copy paste. Apa yang berhasil di Helsinki belum tentu berhasil di Jakarta.

Guncangan AI: Mengapa Cara Lama Sudah Usang?

Masuknya Generative AI (seperti ChatGPT) bukan sekadar alat baru; ini adalah game changer yang membuat metode riset lama menjadi tidak relevan.

1. Kecepatan Cahaya vs Kecepatan Siput Proses publikasi jurnal akademik itu lambat. Dari riset hingga terbit bisa memakan waktu 2 tahun. Sementara itu, AI berkembang setiap minggu. Bayangkan meneliti efektivitas "ChatGPT-3" hari ini; saat jurnal Anda terbit dua tahun lagi, dunia sudah memakai "ChatGPT-5". Riset pendidikan tradisional selalu tertinggal dari objek yang ditelitinya.

2. Otak Kita Tidak Lagi Sendirian Dulu, belajar dianggap proses yang terjadi di dalam kepala siswa sendirian. Dengan AI, kognisi menjadi "terdistribusi". Siswa berpikir bersama mesin. Riset yang masih mengukur kepintaran siswa sebagai isolasi murni sudah tidak lagi valid di dunia nyata.

3. Kematian "Tinjauan Pustaka" Manual AI telah mengubah cara peneliti bekerja. Alat seperti Semantic Scholar atau Elicit memungkinkan peneliti membedah ribuan jurnal dalam hitungan detik. Ini mempercepat proses, namun juga memunculkan tantangan etis: Siapa yang sebenarnya berpikir, peneliti atau algoritma?

Masa Depan: Riset yang Lebih Manusiawi dan Imajinatif

Artikel ini menyimpulkan bahwa kita butuh "Kelahiran Kembali" (Rebirth) dalam riset pendidikan. Kita harus berhenti terobsesi pada "apa yang tipikal" (rata-rata) dan mulai meneliti "apa yang mungkin" (kemungkinan/imajinasi).

Di era AI, tujuan pendidikan bukan lagi sekadar menghafal atau keterampilan prosedural yang bisa dilakukan robot. Riset harus mulai fokus pada:

  • Bagaimana manusia dan AI berkolaborasi?

  • Bagaimana menjaga etika dan empati?

  • Bagaimana menciptakan sistem belajar yang adaptif untuk setiap individu, bukan untuk "rata-rata"?

Pendidikan di era AI menuntut kita untuk menjadi lebih fleksibel, lebih cepat beradaptasi, dan yang terpenting: lebih manusiawi. Riset pendidikan tidak boleh lagi hanya menjadi tumpukan kertas di perpustakaan, ia harus menjadi panduan hidup yang bergerak secepat perubahan zaman.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama