Mengungkap Mitos Demensia: 'Lihat Orangnya, Bukan Diagnosanya'


Banyak orang mengaitkan demensia dengan satu hal: hilangnya memori. Namun, menurut film dokumenter singkat dari BBC Ideas, pandangan sempit ini hanyalah salah satu dari banyak kesalahpahaman yang mengelilingi kondisi neurologis yang kompleks ini.

Pesan utama yang disampaikan oleh mereka yang hidup dengan demensia adalah sederhana namun mendalam: "Lihatlah orangnya, bukan diagnosisnya." Demensia tidak menghapus identitas seseorang; melainkan, demensia adalah tantangan yang harus mereka hadapi. Dengan memberdayakan dan mendukung mereka, serta keluarga mereka, orang dengan demensia dapat terus menjalani kehidupan yang bermakna.

Berikut adalah lima mitos umum tentang demensia yang diungkap dan diluruskan oleh mereka yang mengalaminya.


Mitos 1: Demensia Selalu Dimulai dengan Hilangnya Memori

Kenyataan: Hilangnya memori adalah salah satu gejala yang paling dikenal, tetapi ini bukan satu-satunya atau gejala awal bagi semua orang.

Demensia adalah istilah payung (sindrom) yang mencakup lebih dari seratus penyakit berbeda (penyakit Alzheimer adalah yang paling umum). Ini menggambarkan perubahan progresif dalam memori dan kemampuan berpikir lainnya.

Alih-alih melulu soal lupa, gejala lain bisa meliputi:

  • Kesulitan memproses informasi atau berpikir.

  • Perubahan pola tidur.

  • Perasaan "berada dalam kabut" atau kesulitan menjelaskan apa yang salah.

Seperti yang dijelaskan dalam video, gejala frustrasi, kelelahan, dan perjuangan untuk didengarkan sering kali disalahartikan, padahal itu adalah respons manusiawi terhadap kesulitan untuk mengartikulasikan apa yang sedang mereka alami.


Mitos 2: Pindah ke Panti Jompo Berarti Kehilangan Kemandirian

Kenyataan: Tidak ada keputusan yang "benar atau salah" dalam perawatan demensia. Meskipun ada stigma yang melekat pada panti jompo, bagi banyak keluarga, keputusan ini diambil setelah pertimbangan yang lama dan sulit, dan kadang-kadang merupakan keputusan yang dibuat oleh orang yang hidup dengan demensia itu sendiri.

Bagi beberapa orang, perpindahan ini justru memungkinkan waktu yang lebih berkualitas bersama keluarga, karena peran mereka sebagai pengasuh utama telah diringankan, dan mereka dapat fokus pada hubungan mereka.


Mitos 3: Tidak Ada Gunanya Mengunjungi Orang dengan Demensia

Kenyataan: Pandangan bahwa kunjungan tidak ada gunanya karena orang tersebut akan melupakan kunjungan tersebut adalah kesalahpahaman yang berbahaya.

Kunjungan, baik di rumah, panti jompo, atau rumah sakit, sangat penting untuk menjaga koneksi. Bahkan jika seseorang tidak mengingat detail spesifik, mereka sering kali merasa senang dan terhubung untuk sementara waktu setelah kunjungan. Orang yang hidup dengan demensia dapat merasa sangat terisolasi, dan berbagi pengalaman—bahkan dengan anak-anak kecil—adalah hal yang penting. Ekspresi wajah dan gerakan sederhana dapat memicu kegembiraan yang besar.


Mitos 4: Demensia Adalah Bagian Tak Terhindarkan dari Penuaan

Kenyataan: Demensia bukan merupakan hasil yang tak terhindarkan dari penuaan. Kondisi ini disebabkan oleh serangkaian penyakit spesifik yang secara bertahap mengikis otak.

Meskipun usia adalah faktor risiko, penelitian menunjukkan bahwa ada langkah-langkah yang dapat dilakukan orang untuk mengurangi risiko mereka, seperti:

  1. Menjaga kesehatan jantung.

  2. Tetap aktif secara mental dan fisik.

  3. Memelihara koneksi sosial dengan orang lain.


Mitos 5: Anda Tidak Dapat Hidup dengan Baik Saat Menderita Demensia

Kenyataan: Ada banyak cara untuk hidup dengan baik setelah diagnosis demensia. Pemikiran bahwa "seluruh otak mati" adalah mitos yang salah.

Banyak orang yang didiagnosis dengan demensia terus hidup dengan tujuan. Mereka menemukan makna melalui kreativitas dan seni (seperti membuat musik atau menulis), terlibat dalam kampanye kesadaran, dan tetap aktif. Faktor kunci untuk mengatasi tantangan demensia adalah merasa dicintai dan diterima.

Dengan mengubah perspektif dari fokus pada "apa yang tidak bisa dilakukan" menjadi memberdayakan orang untuk menjalani hidup dengan tujuan, demensia dapat dihadapi dengan ketahanan dan harapan.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama