"Coba Santai" Bukan Jawaban: Dokter Harvard Ungkap Stres Adaptif dan Teknik Resiliensi Sejati



 Stres telah menjadi bagian tak terhindarkan dari kehidupan modern, tetapi Dr. Aditi Nerurkar, seorang dokter dari Harvard dan penulis buku laris The Five Resets, memperingatkan bahwa pendekatan untuk "coba santai" atau just relax bukanlah solusi yang efektif. Berdasarkan pengalaman pribadinya saat menjadi residen medis yang mengalami gejala fisik parah akibat stres, Nerurkar kini mendedikasikan karirnya untuk menjembatani kesenjangan antara diagnosis stres dan solusi nyata.

Nerurkar menjelaskan bahwa secara ilmiah, tidak semua stres diciptakan sama. Stres yang sering dirasakan sebagai beban disebut stres maladaptif (maladaptive stress), yaitu jenis yang tidak produktif, disfungsional, dan memicu manifestasi kesehatan mental (insomnia, kecemasan, iritabilitas) dan fisik (sakit kepala, nyeri, mual). Namun, ada pula stres adaptif (adaptive stress), yang merupakan stres sehat, memotivasi, dan mendorong kemajuan hidup, seperti mendapatkan promosi atau jatuh cinta. Tujuan hidup bukanlah mencapai nol stres, melainkan mengelola stres agar berfungsi sebagai motivasi, bukan ancaman.

Untuk mengatasi stres maladaptif, langkah pertama adalah mengenali sinyal yang diberikan tubuh. Nerurkar menyebutnya konsep "kenari dalam tambang batu bara", yaitu tubuh akan memberikan sinyal berupa "bisikan" atau "gumaman" (seperti mudah marah atau sakit kepala ringan) sebelum menjadi "teriakan keras" (seperti detak jantung tak menentu). Begitu sinyal ini dikenali dan dokter telah menyingkirkan penyebab medis lain, seseorang dapat mulai menggunakan strategi berbasis sains, biaya gratis, dan efisien waktu.

Nerurkar memperkenalkan konsep Resiliensi Sejati (True Resilience), yaitu kemampuan bawaan biologis untuk beradaptasi, pulih, dan tumbuh. Ia mengkritik resiliensi beracun (toxic resilience) yang umum di masyarakat, di mana orang didorong untuk melampaui batasan mereka demi produktivitas. Resiliensi sejati justru menghormati batasan dan kebutuhan untuk istirahat. Untuk membangunnya, ia menyarankan teknik sederhana "Stop, Breathe, Be" (Berhenti, Bernapas, Sadar). Praktik 3 detik ini dilakukan pada titik transisi harian (seperti sebelum masuk ruang rapat atau mobil) untuk mengaktifkan koneksi pikiran-tubuh dan mengalihkan otak dari mode bertahan hidup (fight or flight) ke mode istirahat dan cerna (rest and digest).

Selain solusi individu, Nerurkar menekankan bahwa stres adalah masalah kolektif, dengan sekitar 70 persen orang mengalaminya. Kesepian, yang secara medis setara dengan merokok 15 batang sehari, merupakan masalah besar. Untuk mengatasinya, ia menyarankan untuk memprioritaskan ikatan lemah (weak ties), seperti menyapa barista atau tetangga, karena interaksi singkat ini secara signifikan dapat meningkatkan rasa koneksi dan kesejahteraan.

Terakhir, ia menyoroti bahwa AI dan media sosial adalah pemicu stres yang besar. Untuk membangun batasan digital yang sehat, ia merekomendasikan pengguna untuk mengubah layar ponsel menjadi grayscale (skala abu-abu). Pengaturan ini mengurangi rangsangan visual dan mengurangi daya tarik untuk scrolling tanpa tujuan, membantu pengguna mempertahankan kesehatan mental dan mengatasi fenomena revenge bedtime procrastination (tetap terjaga hingga larut malam sebagai ganti "waktu pribadi" yang hilang di siang hari).

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama