Dalam sebuah diskusi yang mengejutkan, seorang dokter dan seorang kartunis berhasil menemukan benang merah yang menghubungkan dua bidang yang tampaknya berbeda: seni dan penyembuhan. Diskusi ini mengungkap peran penting kreativitas dan penyederhanaan visual dalam memahami dan mengatasi emosi yang kompleks, rasa sakit, serta duka. Pertemuan lintas disiplin ilmu ini membuktikan bahwa inovasi dan pemulihan sering kali ditemukan di persimpangan yang tak terduga.
Kartunis berpendapat bahwa kartun merupakan bentuk seni tertinggi karena kemampuannya yang unik untuk menyampaikan emosi yang luas—seperti kebahagiaan, kesedihan, atau kekesalan—hanya dengan beberapa garis. Ia menjelaskan bahwa saat menggambar suatu ekspresi, dirinya tanpa sadar meniru ekspresi tersebut di wajahnya sendiri, menunjukkan koneksi mendalam antara emosi dan seni. Ia menambahkan bahwa terlepas dari proses kreatifnya, baik dalam karya jangka panjang seperti buku maupun kartun lelucon singkat, dirinya selalu digerakkan oleh keinginan untuk terus memperbaiki kerajinan dan menjelajahi ide-ide baru tanpa henti, sebuah proses yang ia sebut sebagai "iblis" ketidakpuasan.
Dokter yang berpartisipasi dalam diskusi ini menceritakan pengalamannya dalam mengembangkan skala visual untuk mengukur mual pada anak-anak penderita kanker. Skala yang dinamai "Baxter Animated Wretching Faces Scale" (BARF) ini menggunakan serangkaian wajah kartun untuk memvisualisasikan tingkat mual dari netral hingga yang sangat parah. Ia mengaku sengaja menciptakan akronim BARF agar dapat menyelipkan kata tersebut ke dalam jurnal ilmiah yang cenderung elitis. Skala ini telah diterjemahkan dan divalidasi dalam beberapa bahasa. Menariknya, setelah proyek ini selesai, ia memilih untuk segera bergerak ke fokus penelitian berikutnya, menunjukkan sifat seorang peneliti yang terus mencari hal baru.
Kartunis menjelaskan bagaimana ia menggunakan seni untuk mengatasi duka pribadi. Ketika ia membuat karya yang berhubungan dengan pengalaman kehilangan, seperti mendampingi ayahnya menjalani dialisis atau saat mengenang neneknya, ia sengaja fokus pada satu detail spesifik, seperti tangan sang nenek. Teknik fokus pada satu detail ini membantunya menyederhanakan pengalaman yang terlalu besar dan kompleks, sehingga ia dapat menjelajahi hubungannya yang rumit dengan orang yang dicintai tanpa mengkarikaturkannya. Dokter menyambung bahwa teknik ini secara langsung analog dengan cara orang mengatasi rasa sakit fisik—yaitu dengan teknik meditasi, yang mengajarkan otak untuk hanya fokus pada satu hal agar dapat melepaskan rasa sakit eksternal. Hal ini membuktikan bahwa penyembuhan mental dan fisik dapat dicapai melalui penyaringan realitas yang terkontrol.
Meskipun berbeda disiplin, kedua pembicara ini berbagi ketakutan yang sama: ditolak dan tidak dianggap serius oleh komunitas mereka. Namun, mereka sepakat bahwa inovasi sejati muncul ketika terjadi percakapan dan koneksi antara disiplin ilmu yang berbeda. Menemukan kesamaan antara kartun wajah dan penelitian medis telah membuka pemahaman baru tentang bagaimana penyederhanaan dan seni dapat menjadi kunci untuk penyembuhan dan kemajuan.
Posting Komentar