Selama berpuluh-puluh tahun, masyarakat cenderung membangun narasi negatif tentang remaja: mereka terlalu cemas, depresi, terobsesi dengan gawai, atau penuh pemberontakan. Pola pikir yang menyalahkan ini (doomshaming) menetapkan ekspektasi yang buruk dan merugikan semua pihak. Berdasarkan ilmu pengetahuan, masa remaja (adolescence) bukanlah masalah yang harus dipecahkan, melainkan periode transformatif yang penuh peluang emas dan potensi luar biasa, yang secara ilmiah berlangsung dari usia 10 hingga 25 tahun.
Otak Remaja: Aset yang Siap untuk Eksplorasi
Anggapan bahwa otak remaja "belum matang" dan menjadi penyebab keputusan buruk adalah kesalahpahaman. Meskipun perubahan otak terus berlangsung hingga usia 25 tahun, kemampuan mereka untuk membuat keputusan penting telah setara dengan orang dewasa pada usia 16 tahun, asalkan diberikan waktu dan ruang untuk berpikir matang.
Faktanya, otak remaja didesain sempurna untuk:
Eksplorasi dan Belajar Cepat: Otak mereka siap untuk menjelajah dan belajar dengan sangat cepat dari setiap penghargaan (reward) atau pengalaman yang didapatkan.
Sensitivitas Sosial: Mereka sangat sensitif terhadap status sosial dan hubungan di luar keluarga. Sensitivitas ini adalah mesin yang mendorong mereka membangun identitas dan relasi baru.
Risiko Sejati Bukan pada Hormon atau Gawai
Meskipun pubertas adalah permulaan biologis masa remaja, risiko mental terbesar tidak datang dari perubahan hormon, melainkan dari persepsi masyarakat dan hubungan sosial yang buruk.
Adultification dan Depresi: Anak perempuan yang mengalami pubertas lebih awal daripada teman sebaya memiliki risiko depresi lebih tinggi. Ini bukan karena hormon, melainkan karena perlakuan masyarakat (adultification) yang memiliki ekspektasi berbeda dan tidak sesuai terhadap tubuh mereka.
Mitos Media Sosial: Penelitian meta-analisis yang komprehensif secara konsisten menunjukkan bahwa penggunaan media sosial adalah salah satu faktor yang paling tidak berpengaruh terhadap kesehatan mental remaja. Efeknya sangat kecil dan hampir hilang ketika faktor risiko lain diperhitungkan.
Ancaman Nyata: Risiko mental terbesar terletak pada kualitas hubungan: perundungan (bullying) meningkatkan risiko depresi hingga dua kali lipat, dan masalah kesehatan mental orang tua meningkatkan risiko pada anak hingga 3,5 kali lipat.
Menyelamatkan Generasi: Utamakan Kesehatan Mental Diri Sendiri
Sains mengajarkan bahwa kita semua memiliki peran dalam mendukung generasi ini. Daripada menyalahkan gawai atau terus-menerus mengatakan bahwa generasi ini "hancur," kita harus:
Membangun Ketangguhan (Resilience): Dengarkan, berikan dukungan, dan bantu mereka memahami bahwa perasaan dan kegagalan adalah bagian normal dari kehidupan.
Menghilangkan Bias: Hentikan penilaian buruk dan berikan ruang bagi remaja untuk berkontribusi secara nyata di rumah, sekolah, dan komunitas.
Prioritaskan Diri: Salah satu prediktor terbaik kesejahteraan generasi muda adalah kesehatan mental orang-orang yang merawat mereka. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan pendidik untuk mengutamakan kesehatan mental diri sendiri (put your own oxygen mask on first) dan tidak takut mencari bantuan.
Remaja bukanlah masalah yang harus dipecahkan; mereka adalah masa depan bangsa yang paling cerah.
Posting Komentar