Mencari Kebenaran di Era AI: Cara Mendeteksi Foto dan Video Palsu yang Dibuat oleh Kecerdasan Buatan


 

Kita sedang berada dalam "perang global demi kebenaran" dengan konsekuensi yang mendalam bagi masyarakat, demikian disampaikan oleh Hany Farid, seorang matematikawan terapan dan ilmuwan komputer yang telah menghabiskan 30 tahun mengembangkan teknologi untuk mengautentikasi konten digital. Dengan maraknya Kecerdasan Buatan (AI) generatif, yang mampu menciptakan gambar yang hampir tidak dapat dibedakan dari kenyataan, dan dominasi media sosial yang amplifikasi kebohongan, semakin sulit bagi masyarakat untuk memercayai apa pun yang mereka lihat, baca, atau dengar secara online.

Farid mencontohkan sebuah skenario hipotesis di mana seorang perwira militer menerima foto grainy di media sosial yang menunjukkan empat prajuritnya disandera dengan tuntutan segera. Di tengah krisis waktu, mengambil keputusan tanpa mengautentikasi gambar bisa berakibat fatal. Inilah peran forensik digital.


Tiga Anomali untuk Mendeteksi Konten Palsu

Perkembangan AI generatif memungkinkan siapa pun membuat gambar apa pun di mana pun hanya dengan sentuhan tombol. Berbeda dengan foto alami yang merupakan hasil konversi cahaya yang mengenai sensor elektronik, gambar AI dihasilkan melalui proses statistik—mengubah derau visual (visual noise) menjadi gambar. Perbedaan mendasar dalam proses penciptaan inilah yang meninggalkan jejak digital:

  1. Analisis Derau Sisa (Residual Noise): Foto alami memiliki pola derau yang berbeda dengan pola derau sisa pada gambar buatan AI. Farid menunjukkan bahwa gambar yang dihasilkan AI sering meninggalkan pola seperti bintang di sisa derau yang tidak ada pada foto alami.

  2. Titik Lenyap (Vanishing Points): Dalam dunia fisik, garis-garis paralel akan bertemu di satu titik lenyap (vanishing point). AI, yang fundamentalnya adalah proses statistik, tidak memahami geometri dan fisika dunia nyata. Ketika Farid menganalisis garis-garis paralel pada foto sandera hipotesis, ia menemukan kurangnya titik lenyap yang koheren, yang mengindikasikan adegan yang secara fisik tidak masuk akal.

  3. Bayangan (Shadows): Sama seperti titik lenyap, bayangan dalam foto alami akan bertemu pada sumber cahaya yang menciptakan bayangan tersebut. Gambar buatan AI cenderung melanggar fisika ini karena ia tidak memodelkan dunia fisik. Dengan menganalisis bayangan pada foto yang sama, ditemukan bahwa garis-garis bayangan tidak saling berpotongan, memberikan indikasi yang kuat bahwa gambar tersebut tidak otentik.

Dengan kombinasi analisis tiga anomali ini, Farid menegaskan bahwa membedakan antara yang nyata dan yang palsu adalah mungkin, meskipun menjadi semakin sulit.

Cara Konsumen Melindungi Diri

Mengingat ancaman yang semakin nyata, Farid memberikan empat nasihat penting bagi masyarakat luas:

  1. Dukungan Lembaga Forensik: Konsumen dapat merasa nyaman mengetahui bahwa alat-alat forensik yang dikembangkan sedang disediakan untuk jurnalis, institusi, dan pengadilan untuk membantu mereka membedakan fakta dari kebohongan.

  2. Manfaatkan Kredensial Konten: Standar internasional untuk content credentials sedang digulirkan. Kredensial ini dapat mengautentikasi konten sejak titik pembuatannya, membantu konsumen memverifikasi keaslian konten secara online.

  3. Hentikan Media Sosial sebagai Sumber Berita Utama: Media sosial adalah tempat yang diciptakan untuk mencuri waktu dan perhatian dengan menyajikan informasi yang setara dengan junk food. Jangan jadikan media sosial sebagai sumber informasi utama karena tempat itu "terlalu dipenuhi kebohongan, konspirasi, dan kini AI slop."

  4. Berpikirlah Sebelum Berbagi: Setiap kali seseorang membagikan informasi palsu atau menyesatkan, disengaja atau tidak, ia adalah bagian dari masalah. Ambil napas, pikirkan kembali, dan jangan ikut mencemari ekosistem informasi online.

Farid menyimpulkan bahwa kita berada di persimpangan jalan: terus membiarkan teknologi memecah belah masyarakat, atau menggunakan kekuatan teknologi untuk bekerja bersama kita. Pilihan untuk mengembalikan kepercayaan dan mengakhiri disinformasi ada di tangan kita.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama