Pisahkan Dunia Anak dan Dewasa: Kenapa Orang Tua Perlu Memberi Jeda demi Kesehatan Mental dan Kecerdasan Anak


Terlalu banyak waktu yang dihabiskan orang tua bersama anak, yang didorong oleh rasa cemas dan takut berlebihan, telah menciptakan kondisi di mana baik anak maupun orang tua kini dilaporkan lebih rentan terhadap depresi dan kecemasan. Fenomena ini, yang disebut "pengambilalihan masa kanak-kanak oleh orang dewasa" (adult takeover of childhood), terjadi karena dunia anak, dunia dewasa, dan dunia keluarga telah bercampur menjadi satu, terutama sejak adanya ponsel yang memungkinkan pengawasan dan pelacakan tanpa henti.

Kekhawatiran utama yang mendorong pengawasan berlebihan ini seringkali tidak realistis, yaitu takut anak diculik orang asing—yang secara statistik sangat mustahil—atau takut anak tidak diterima di universitas bergengsi. Akibatnya, orang tua cenderung membantu anak melakukan hal-hal yang sebenarnya sudah bisa mereka tangani sendiri. Berdasarkan studi, mayoritas anak berusia 9 hingga 11 tahun saat ini tidak diizinkan bermain di taman atau berjalan kaki ke rumah teman sendirian; bahkan separuhnya tidak diizinkan pergi ke lorong toko yang berbeda tanpa ditemani.

Padahal, waktu tanpa pengawasan adalah laboratorium terbaik bagi anak. Ketika anak-anak mengatur permainan mereka sendiri—walaupun terasa kacau, penuh pertengkaran, dan negosiasi—mereka secara alami belajar keterampilan hidup penting seperti fungsi eksekutif, kompromi, komunikasi, dan empati. Misalnya, anak yang lebih tua akan belajar untuk berbuat baik dan memberi kesempatan kepada anak yang lebih kecil untuk menang dalam permainan, sebuah pelajaran kedermawanan dan kemurahan hati yang tidak mungkin diajarkan dalam olahraga yang diatur ketat oleh orang dewasa. Ketika pengalaman ini direnggut, anak menjadi cemas karena tidak tahu apa yang bisa mereka tangani.

Solusi untuk mengatasi krisis kecemasan bersama ini adalah menarik kembali garis batas antara dunia anak dan dewasa. Beberapa negara bagian di Amerika Serikat bahkan telah mengesahkan Hukum Kemerdekaan Masa Kecil yang Wajar (Reasonable Childhood Independence Law), yang memperjelas bahwa membiarkan anak mandiri bukanlah tindakan ilegal. Selain itu, sekolah didorong untuk menyediakan waktu bermain bebas (free play) tanpa perangkat elektronik dan tanpa campur tangan orang dewasa yang berlebihan, yang berfungsi sebagai "cagar alam bagi masa kanak-kanak."

Inisiatif ini juga mencakup tugas pekerjaan rumah unik yang disebut Let Grow Experience, di mana siswa ditugaskan untuk melakukan sesuatu yang baru dan menantang di dunia nyata sendirian (misalnya, membuat sarapan atau menjalankan tugas). Ketika seorang anak berhasil menyelesaikan tantangan tersebut—seperti anak yang berlari keluar dari toko karena takut bertanya, namun kembali masuk untuk mendapatkan saus pedas yang dia butuhkan—kata ajaib mereka adalah "Saya melakukannya sendiri." Frasa ini adalah pereda kecemasan alami yang paling orisinal. Dengan melepaskan dan mempercayai mereka, orang tua akan melihat anak mereka tumbuh menjadi individu yang lebih cerdas, kurang cemas, dan yang paling penting, sangat bangga pada diri sendiri.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama