Sukacita (joy) dan kebahagiaan (happiness) seringkali digunakan bergantian, namun seorang desainer dan peneliti, Ingrid Fetell Lee, membedakan keduanya secara fundamental. Kebahagiaan adalah kondisi positif yang intens dan hanya berlangsung sesaat, sesuatu yang dapat diukur melalui ekspresi fisik yang jelas seperti senyum, tawa, atau keinginan untuk melompat. Sementara kebahagiaan lebih sering dipahami sebagai kondisi hidup yang sempurna dan berkelanjutan (happily ever after). Karena sifat sukacita yang fisik dan instan, ia selalu tersedia dan dapat dipicu oleh lingkungan di sekitar kita.
Penelitian selama sepuluh tahun menunjukkan bahwa sukacita bukanlah emosi yang harus ditemukan secara kebetulan, melainkan sesuatu yang dapat dirancang dan diciptakan. Konsep ini memungkinkan kita melepaskan tekanan untuk selalu mencari sukacita dari dalam diri, dan sebaliknya, membebankan sebagian tugas itu pada lingkungan fisik. Hal-hal yang dapat memicu sukacita secara universal dan lintas budaya memiliki kualitas sensorik yang dapat diulang, seperti:
Warna cerah (bright color).
Bentuk bulat (round shapes).
Perasaan kelimpahan dan multiplisitas.
Rasa ringan atau ketinggian (elevation).
Pola berulang (repeating patterns).
Dengan memahami esensi neuroilmiah di balik sukacita (misalnya, yang membuat gelembung disukai adalah bentuknya yang bulat dan pengulangannya), kita dapat menerapkan prinsip ini di mana saja, bahkan di ruang-ruang yang tidak terasa seperti "taman kanak-kanak."
Strategi Membangun Sukacita
Lee menekankan bahwa sukacita adalah kondisi alami kita, namun kita sering kehilangan kebiasaan untuk menemukannya. Beberapa strategi yang dapat diterapkan meliputi:
Kembali ke Tubuh: Ketika terjebak dalam pemikiran yang terlalu berat (rumination), melakukan gerakan fisik sederhana—seperti berjalan cepat, melompat, atau berputar—dapat membantu melepaskan diri dari pikiran dan kembali ke kondisi tubuh yang gembira.
Mengubah Kebiasaan: Ubah rutinitas harian yang terasa lesu menjadi sumber sukacita, misalnya dengan memainkan musik yang disukai saat melakukan perjalanan yang membosankan.
Memperkuat Sukacita (Overexpress): Saat menerima kabar baik, jangan menahannya karena takut dianggap sombong. Menari kegembiraan (happy dance) atau merayakan secara berlebihan akan mengirimkan umpan balik ke otak yang memperkuat dan memperpanjang perasaan sukacita tersebut.
Menjadi 'Pencari Sukacita' (Joy Spotter): Latih indra untuk memperhatikan hal-hal kecil yang menggembirakan di sekitar, seperti warna cerah pada mobil asing atau sinar matahari, lalu bagikan temuan tersebut kepada orang lain.
Merangkul Komunitas: Masyarakat yang individualistis cenderung memusatkan sukacita di ranah privat, membuat ruang publik terasa suram. Mengembalikan sukacita ke ruang bersama—seperti melukis dengan warna cerah di lingkungan sekolah—dapat menghidupkan kembali ritual komunal.
Penting untuk diingat bahwa di hari-hari yang buruk, tugas kita bukanlah memaksakan diri merasa sukacita, tetapi tetap tersedia untuk kemungkinan sukacita. Sukacita dapat hadir bahkan di tempat yang paling sulit dan tidak terduga, membuktikan bahwa ia bukanlah kontradiksi dari penderitaan, melainkan kekuatan evolusioner yang mendorong kita menuju hal-hal yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup.
Posting Komentar