Mendeteksi penyakit genetik sejak dini pada bayi yang baru lahir merupakan kunci untuk mencegah kerusakan permanen dan menyelamatkan nyawa. Menyikapi kondisi di mana orang tua sering terperangkap dalam "pengembaraan diagnostik" yang memakan waktu bertahun-tahun ketika anaknya sakit tanpa diketahui penyebabnya, tim dari Harvard Medical School meluncurkan proyek perintis bernama BabySeq. Proyek ini merupakan uji coba klinis pertama di dunia yang melibatkan pemeriksaan genomik komprehensif pada bayi baru lahir yang sehat. Para ahli menekankan, dengan kemajuan teknologi seperti gene editing, diperkirakan lebih dari 90% kondisi genetik akan dapat diobati dalam beberapa tahun mendatang, membuat deteksi dini menjadi semakin krusial.
Hasil dari BabySeq sungguh mengejutkan. Dari bayi-bayi yang dianggap sehat dan normal, ditemukan bahwa sekitar 4% di antaranya membawa mutasi pada gen yang terkait dengan kondisi yang dapat diobati saat ini juga. Jika daftar gen diperluas untuk mencakup risiko penyakit yang muncul saat dewasa, angkanya melonjak menjadi 12%. Secara global, temuan ini menyiratkan bahwa lebih dari 15 juta bayi di seluruh dunia setiap tahun berpotensi membawa mutasi genetik berisiko yang luput dari pengawasan. Mengetahui risiko ini memungkinkan dokter dan keluarga untuk melakukan pengawasan proaktif terhadap gejala samar yang mungkin terlewatkan.
Manfaat deteksi dini terbukti sangat vital dalam beberapa kasus. Misalnya, Baby Cora ditemukan berisiko mengalami kekurangan biotinidase parsial, suatu kondisi yang penting untuk perkembangan otak. Berkat deteksi ini, Cora dapat mengonsumsi suplemen harian sederhana yang menjaga perkembangan otaknya sebelum gejala apa pun muncul. Kasus lain melibatkan Baby Jacob, yang terdeteksi membawa mutasi gen BRCA2 (penyebab kanker). Penemuan ini memungkinkan ibu Jacob untuk mengetahui bahwa ia juga membawa mutasi tersebut, dan segera mengambil tindakan yang kemudian terbukti sebagai operasi penyelamat nyawa.
Meskipun potensi penyelamatan jiwa sangat besar, penerapan skrining genomik secara luas masih menghadapi tantangan. Salah satu hambatannya adalah sistem psikologi manusia, di mana orang tua enggan mencari masalah pada bayi yang tampak sempurna. Hambatan lainnya datang dari sistem skrining bayi baru lahir yang sudah ada, yang umumnya hanya menyaring sekitar 75 kondisi dan kesulitan untuk mengadopsi teknologi genomik yang berkembang pesat. Para ilmuwan, melalui konsorsium internasional yang telah melibatkan 27 kelompok di seluruh dunia, kini bekerja untuk membangun platform kesehatan digital berbasis AI. Tujuannya adalah untuk mewujudkan masa depan di mana DNA anak dianalisis berulang kali dari waktu ke waktu, karena meskipun DNA tidak berubah, ilmu pengetahuan dan perawatan baru terus tersedia setiap tahunnya. Mengubah cara pandang dari menunggu sakit menjadi merangkul pengetahuan risiko demi menjaga kesehatan adalah langkah berani yang dapat menyelamatkan jutaan jiwa.
Posting Komentar